Merayakan kesedihan
seperti apa kamu merayakan kesedihan?
menenggelamkan diri dalam tumpukan bantal untuk menyembunyikan raungan tangismu? melarutkan kesedihan dalam tumpukan alkohol? atau menghilang dari peredaran social media? ataukah berkunjung ke suatu tempat dimana jaringan ponsel cerdasmu tak terjangkau siapapun? atau terdiam di hadapan Tuhan dengan segudang pertanyaan?
Tanggal 19 November 2014 adalah hari terberat dalam hidup saya, saya kehilangan sosok yang saya sangat cintai juga saya sayangi. Seseorang yang selama 27 tahun menemani, mendidik dan memberi ilmu yang jarang saya dapatkan di sekolah. Saya kehilangan ayah saya. Cukup lama beliau bergulat dengan rasa kesakitannya, saya ada disana disaat malaikat pencabut nyawa berdiri didepannya menjemputnya, ya, saya berada tepat disamping ayah saya dengan ibu dan juga kakak saya. Kakak dan ibu saya terus membisikan "Allah" di telinga ayah menjelang sakratul mautnya dan saya terus memegangi kaki ayah yang mengecil dan merapuh. Ketika nafas ayah saya mulai tersendat, saat itulah saya sadar bahwa Allah dan malaikat telah hadir ke tengah kami untuk menjemput beliau. Masa bakti beliau di dunia telah habis ketika kakak saya mengucapkan "Innalillahi wainna ilaihi rajiun..." saat itu Ayah saya mengatupkan kedua matanya dan tersenyum. Ternyata Tuhan amat sangat menyayangi beliau hingga masa penjemputan beliau sangat indah.
Air mata saya mengalir deras, setelah itu berhenti. Saya sadar tidak seharusnya saya bersedih, saya merasa senang karena ayah tidak akan merasakan kesakitan lagi, Ayah sudah kembali ke tempat dimana dia seharusnya berada. Pun ketika saya menghantarkan beliau ke dalam tempat peristirahatan terakhirnya. Saya berdiri tepat di samping makam ketika kaka saya, suami saya dan kaka ipar saya menurunkan dan membaringkan beliau ke dalam kubur. Saat itu hati saya hancur, saya kehilangan pria yang selalu melindungi saya semenjak saya terlahir kedunia ini. Mata saya pun tidak kuat menahan eksodus air mata yang menderas.
Beberapa orang menanyakan bagaimana ayah meninggal dan menguatkan saya, sejujurnya saya tidak terlalu suka menceritakan proses kepergian ayah berulang-ulang maka dari itu saya hanya diam memandangi jasad ayah. Semua memori terputar kembali di proyektor otak saya, tetapi saya tidak menangis. Saya tersenyum dan bangga karena saya beruntung menghabiskan masa kecil saya bersama dan selalu bersama ayah. Saya merayakan kesedihan saya dengan mengingat hal-hal yang dilakukan ayah kepada saya, dan saya pun sadar bahwa ayah yang saya miliki adalah ayah yang terbaik. Hanya satu hari saya menangis setelah itu saya memilih lebih banyak untuk diam dan merayakan kesedihan saya dengan merenungi kepergian ayah. yang saya ingat adalah pesan ayah untuk selalu menjaga ibu saya dalam keadaan apapun.
papa, love you for sure.. see you in heaven, I promise...
Jakarta selatan
10 Desember 2013
dalam kenangan bersama ayah
0 comments