Powered by Blogger.

Selamat Hari Ayah: Ayah dalam ingatan

by - 17:40


Hari ayah memang tidak seramai hari ibu, tetapi untuk saya yang notabene sangat dekat kepada ayah saya ingin mempersembahkan satu tulisan khusus untuk ayah saya. Berapa banyak anak perempuan yang dekat dengan Ayah? ah sering kali saya mendengar kawan kawan saya bercerita tentang kedekatan mereka dengan sosok seorang Ibu dimana mereka bisa dengan leluasa bercerita tentang apapun yang terjadi dalam keseharian mereka. Baik tentang saat mereka jatuh cinta, menangis ataupun tertawa. Saya sangat senang mendengarnya tentu saja tanpa mengenyampingkan sosok ibu yang juga berarti dalam hidup saya, tetapi sosok Ayah lah yang mengambil peranan terpenting dalam hidup saya hingga saat ini.

"Papa."

Begitulah panggilan saya untuk pria berketurunan Belanda-Bandung ini. Ya, ayah saya lahir dari seorang berketurunan Belanda-Inggris bernama Yohannes dan ibu asli Cimahi, Bandung bernama Tjitjih. Saya tidak tahu kapan tepatnya tahun berapa ayah lahir hanya tanggalnya saja yang kami ketahui pasti, pun ayah tidak mengetahui tahun jelasnya nya karena dahulu ketika ayah lahir belum ada akta lahir seperti saat ini (baiklah perkiraan saya sepertinya Ayah saya lahir sebelum kemerdekaan) Ayah saya sosok yang sederhana, tegas namun selalu bisa membuat saya tertawa. Sedari kecil, Ayah sangat memanjakkan saya. Ayah juga yang kerap menolong ketika saya diomeli Ibu saat saya melakukan hal yang membuat ibu kesal. 

Ayah mengajari saya bermain bulu tangkis, Ayah juga yang mengajari saya naik sepeda, Ayah yang selalu membantu saya mengerjakan PR, Ayah yang memperkenalkan saya dengan telur setengah matang yang sekarang menjadi sarapan favorit saya, Ayah yang selalu membelikan saya boneka beruang, Ayah yang membuatkan saya mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, Ayah yang setiap senja mengajak saya pergi ke taman memberi makan kucing liar, Ayah yang pintar memasak nasi goreng untuk saya, Ayah yang selalu meluangkan waktu untuk mengajak saya nonton film action terbaru, Ayah yang selalu menjemput saya pulang sekolah, Ayah yang selalu melemparkan kelakar hingga membuat saya tertawa, Ayah yang bangga ketika saya mendapatkan rangking di kelas, Ayah yang panik ketika saya harus masuk ruang operasi dan tidak henti berdoa, Ayah yang menangis saat saya terbaring lemah lengkap dengan selang oksigen yang menempel di hidung, Ayah yang menggendong saya dan membawa saya ke kamar saat saya tertidur di depan TV, Ayah yang selalu menelpon untuk mengecek keadaan dan posisi saya hanya untuk memastikan bahwa saya baik baik saja.

Bahkan Ayah pula yang terkadang mengoreksi riasan wajah saya, Ayah selalu bilang "Itu eyeliner nya berantakan, mama kamu kalau pakai eye liner tidak berantakan seperti itu. ayo ulang lagi yang rapih kaya mama kamu." Ayah juga yang mengajarkan saya mengendarai motor dan mobil, Ayah yang membuat saya menyukai bahasa Inggris, Ayah yang selalu mengajak saya ke toko buku hingga saya jatuh cinta pada buku-buku. Ayah yang menjadi tempat curhat saya tentang pacar-pacar saya terdahulu (hehe), Ayah yang selalu menjadi teman debat yang seimbang, Ayah yang menularkan kegemarannya membaca buku pada saya, Ayah yang selalu ada dalam garda terdepan ketika seseorang mengganggu saya dan dari Ayah juga saya belajar untuk ikhlas memaafkan ketika seseorang menyakiti. Ayah juga yang selalu mengingatkan saya untuk jujur dalam situasi apapun dan terus berdoa, karena hanya keyakinan pada Tuhan dan doa lah sebenarnya petunjuk dari hidup. Ayah pula yang menangis tersedu saat menikahkan saya dengan suami saya :)

17 November 2013

jam 2 pagi. Ayah saya terkena stroke yang ke-empat kalinya. Tapi tidak satupun dari kami yang menyadarinya. Sore harinya saat saya berada di kedutaan Belanda, saya mendapat pesan singkat dari ibu;

"Lekas pulang, Papa tidak mau bergerak dan berbicara."

Saat itu saya berpikir mungkin memang Ayah saya sedang kelelahan maka dari itu ayah diam saja. Tapi ternyata kami baru mengetahui bahwa Ayah terkena stroke ke empat kalinya yang melumpuhkan semua sistem tubuhnya. Ayah menolak makanan, satu satunya cairan yang dapat masuk ke dirinya adalah air gula agar beliau tetap sadar. Ibu saya dengan mata berkaca-kaca dan nafas tertahan, berkata: "Bersiaplah, kita akan kehilangan..."

18 November 2013, 

Kakak saya tiba dari Bandung setelah kami memberi kabar keadaan Ayah yang semakin melemah. Kakak saya segera berlari sambil menggendong keponakan saya yang berumur 3 tahun dan menghambur ke kamar Ayah lalu menangis melihat keadaan Ayah yang terkulai lemah dengan sorot mata layu, menyisakan tulang yang terbungkus kulit. kami semua; Istri, anak dan menantunya berkumpul. Atas nasihat ibu, kami pun mulai menghubungi Kakak dan adik-adik Ayah untuk memberi kabar bahwa ayah telah melemah. Ayah juga menolak untukk dibawa kerumah sakit, pun ayah dulu sempat bilang bahwa beliau ingin meninggal di rumah dikelilingi keluarga yang mencintainya.

Setelah shalat Isya, saya memberanikan diri untuk masuk ke kamar Ayah dan duduk disampingnya. Saya merapikan rambut Ayah yang memutih, Ayah terlihat ganteng. Beliau menatap saya dengan sedih ketika saya mulai membacakan Yaa Sin disampingnya. Saya mengelus wajahnya, beliau terisak. pandangan Ayah layu  Beliau kemudian pelan pelan meraih tangan saya seakan berujar "Selamat Tinggal. Jangan sedih, jaga ibumu."

Air mata saya eksodus.

19 November 2013

Ayah mulai perlahan kehilangan kesadaran. Semua kakak dan adik-adik Ayah pun mulai berdatangan, bahkan tetangga kami dan kawan Ayah. Banyak sekali yang perhatian dengan Ayah. Ayah memang orang yang baik, semua menyenangi beliau karena beliau humoris. Semua yang datang pun menangis melihat keadaan ayah yang melemah dan tak sadarkan diri. Jam 1 siang Beliau sempat tersenyum dan terus memanggil nama Ibu saya. Saya berada tepat disamping ayah saya dengan ibu dan juga kakak saya. Kakak dan ibu saya terus membisikan "Allah" di telinga ayah menjelang sakratul mautnya dan saya terus memegangi kaki ayah yang mengecil dan merapuh. Ketika nafas ayah saya mulai tersendat, saat itulah saya sadar bahwa Allah dan Izrail telah hadir ke tengah kami untuk menjemput beliau. Masa bakti beliau di dunia telah habis ketika kakak saya mengucapkan "Innalillahi wainna ilaihi rajiun..." saat itu Ayah saya mengatupkan kedua matanya dan tersenyum. Ayah terlihat tampan. Ternyata Tuhan amat sangat menyayangi beliau hingga masa penjemputan beliau sangat indah. Tangis saya pecah.

i'm shattered into a pieces..

saya kehilangan lelaki terbaik dalam hidup saya. Saya kehilangan Ayah, guru, sahabat sekaligus cinta sejati. Ketika jasad ayah yang telah kaku dimasukkan ke liang kubur dan berkumandang adzan, saya menangis dibalik kaca mata hitam. semua kenangan tentang ayah terputar kembali seperti potongan film. Saya berdiri dan memandangi jasad ayah yang terbungkus kain kafan putih. Saat itu saya sadar bahwa separuh hati saya pun terbaring mati menemani jasad ayah.

Saya menyadari begitu cepatnya waktu berlalu, Tapi setidaknya saya bahagia, saya telah menggenapi permintaan Ayah saya. Ayah saya pernah bilang "Semoga Papa sempat menikahkan kamu. Setelah Papa menikahkan kamu, darma papa telah selesai." 

Coz time will pass me by
maybe I'll never learn to smile
But I know I'll make it through,
If you wait for me

Nota kecil untuk Papa:
"Papa.. Darma Papa telah selesai...Terima kasih Papa atas semua proses pembelajaran dari kecil hingga aku berumur 27 tahun. Terima kasih Papa selalu menjadi orang pertama yang setia untuk mendengarkan dan mengingatkan. Terima kasih Papa bahwa karena Papalah aku mencintai dunia menulis. Terima kasih Papa.."


And all the tears I cry,
No matter how I try,
They'll never bring you home to me
won't you wait for me in heaven?

And If I promise not to feel this pain
Will i see you again?

Coz I miss you so

apakah kalian menyadari berapa banyak waktu yang telah kalian luangkan untuk Ayah kalian? berapa kali sudah kalian menolak ketika Ayah kalian mengajak untuk sekadar jalan jalan saat senja terbenam dengan alasan sibuk? berapa sering kalian justru berbagi hal pribadi ke teman ketimbang Ayah, tapi saat kalian disakiti kawan kalian justru Ayahlah yang pertama kali memeluk dan menenangkan serta menghapus air mata kalian? Sudahkah kalian berterima kasih atas apa yang telah Ayah kalian lakukan untuk kehidupan kalian? Sudahkah hari ini kalian menelepon Ayah dan mengatakan betapa kalian mencintai Ayah?

Jika belum maka lakukankah. Percayalah, kehilangan salah satu orang tua akan sangat menyakitkan. Mungkin kita lebih senang keluar rumah untuk berkumpul bersama teman dan mengindahkan Ayah atau Ibu yang memohon kita untuk tetap tinggal dirumah, padahal Ayah dan Ibu selalu menerima kita dalam keadaan apapun ketimbang orang lain. Jangan sampai menyesal, karena waktu kita bersama orang tua akan sangat singkat. Datangilah Ayah dan Ibu, katakan betapa kalian mencintai mereka sebelum semua terlambat dan sebelum darma mereka selesai di bumi ini.


Salam,

Naaj


Baiklah saya akan jujur, saat menulis tentang Papa kali ini air mata saya mengalir kencang. Sesuatu menghimpit dada saya, ya, ribuan kenangan menghimpit hingga menyesakkan.  Ah, aku kangen Papa..Selamat hari Ayah, papa... I love you..

You May Also Like

5 comments

  1. Bersabarlah Mbak, Saya sendiri sudah yatim sulit sekali merasakan kenangan apapun tentang Beliau karena Papa sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa saat saya berumur sekitar 6 tahun. Saya hanya mampu mengingat beberapa kenangan sekilas tentangnya seperti iklan yang menghampiri di TV saja. Memang miris sekali rasanya seperti hati nurani yang akan hancur lebur sekaligus hilang dengan sekejap. Namun ingatlah, cinta seorang Anak tidak mampu dibandingkan dengan cinta seorang Ayah & Ibu.

    Salam Penderita Bipolar Disorder.

    ReplyDelete
  2. Trimaksih kak..lewat tulisan ini udah ingetin saya akan berartinya keberadaan sosok ayah.
    saat baca ini tanpa sadar airmata ikut bercucuran. Meskipun ayah saya masih ada, seketika sangat merindu sosoknya :)
    mohon ijin mau nulis sosok ayah juga di blog saya.
    Thankyou

    ReplyDelete
  3. @ cia: silahkan sia :) salam untuk ayah dan ibu mu yah

    ReplyDelete
  4. sungguh mengharukan ,, ada saatnya orang yang kita sayangi pergi meninggalkan kita .. kita harus selalu siap dengan itu..

    ReplyDelete
  5. kisah bersama orangtua kita, entah ayah atau ibu selalu berhasil menguras emosi. makasih ya udah berbagi...

    ReplyDelete