Powered by Blogger.

Day 2

by - 16:44

Rabu
3 Juli 2019

Suara ketukan di pintu membangunkan saya, "Ibuuu.." suara yang saya kenal, suara anak lelaki saya yang tahun ini akan menginjak usia dua tahun. Tidak lama pintu kamar terbuka, anak saya masuk dengan langkah kecilnya sementara di tangan kanannya memegang mainan favoritnya. Naik ke atas tempat tidur dan duduk disamping saya, tangan kecilnya memegang pipi saya. Saya memeluk dia, bilang bahwa sebentar lagi saya akan bangun dan siapkan sarapan. Dia turun dari tempat tidur menuju ruang tv. 

Tidak ada perasaan sedih seperti kemarin saat bangun pagi ini. Hanya sakit kepala yang teramat sangat dan perasaan kosong. Sambil melangkah turun dari tempat tidur saya memutuskan untuk membuat sarapan anak-anak, roti bakar dengan isian telur goreng seperti biasa, disajikan dengan segelas susu. Pagi ini saya memastikan anak-anak sarapan dengan baik, memastikan mereka mandi tepat waktu dan memutar kartun kesayangan mereka. bagaimanapun saya sadar masih punya kewajiban untuk menjadi seorang ibu. Mereka tidak pernah memilih saya sebagai ibu mereka tapi saya lah yang memutuskan untuk memiliki mereka maka dari itu saya harus bertanggung jawab penuh membahagiakan mereka dalam kondisi mental yang tidak stabil.

Setelah menelan dua butir anti depressant dan meneguk segelas air, saya kembali menuju kamar. Instrumen dari Camille Saint-Saens yang berjudul Le Cygne masih mengalun pelan saat saya masuk ke kamar kembali. Saya membuka tirai jendela, membiarkan sinar matahari menerabas masuk dan duduk dilantai mengecek direct message social media saya. Ada beberapa pesan dari beberapa kawan yang menertawakan saat saya menuliskan status pada ig story saya dan bercerita tentang keadaan mental saya akhir-akhir ini. Saya diam menekuri setiap kaat yang mereka tuliskan. Ada perasaan kecewa, tapi saya enggan bereaksi. Saya diam dan menghapus. Dalam hati saya sudah mencoret mereka dari daftar pertemanan ketika saya membaca reply mereka. Beberapa dari mereka mencoba menghubungi lewat pesan chat, tapi saya diamkan, saya masih sakit hati atas becandaan mereka. butuh waktu untuk memaafkan tapi tentu ini menjadi penanda saya untuk tidak lagi dekat dengan mereka. Saya malas berurusan dengan orang yang tidak mempunyai empati disaat orang bercerita hanya untuk didengar bukan meminta bantuan. Karena saya berpikir tidak ada untungnya saya berkawan dengan orang yang hanya bisa membuat mental saya semakin sakit. 

saya tahu bahwa tidak semua mengerti tentang mental issues yang dimiliki seseorang, tapi setidaknya daripada menambah beban lewat becandaan atau obrolan yang jelas menyakiti lebih baik diam. Toh juga ga minta bantuan dari kalian kan? saya malas berurusan sama orang-orang begini maka dari itu saya memilih untuk menghindar dan menjauh, saya butuh orang-orang yang tidak bikin mental saya makin kacau.

Setelah mandi dan dandan seadanya saya pamit untuk pergi keluar. Dengan tas laptop, saya menuju Starbucks dekat rumah. Hari ini saya hanya mau menghabiskan waktu dengan menulis dan minum kopi disana. Dari jauh Barista sudha tersenyum pada saya "Hai Kak Naj." mereka sudah hapal mungkin karena saya sering singgah di tempat ini. Pesanan saya jatuh pada americano dan tuna sandwich. Setelah pesanan selesai saya langsung mengambil tempat duduk di pinggir jendela, spot kesukaan saya.

Saya benar-benar produktif menulis hari ini. Setidaknya ini salah satu bentuk terapi saya dalam menghadapi mental issues yang saya miliki. Sejujurnya mental Issues yang saya miliki selain membuat saya lelah juga membuat saya kesusahan mendapatkan pekerjaan, berinteraksi dengan orang lain, menjalankan fungsi sebagai ibu bahkan menjalankan fungsi saya sebagai pasangan. Menjadikan saya bergantung kepada orang lain yang pada akhirnya membuat saya tidak nyaman dengan keadaan diri saya sendiri. Tapi bagaimanapun juga saya mengerti bahwa ini adalah konsekuensi saya karena mempunyai mental issues. Saya tidak bisa menyalahkan siapapun kecuali memeluk kekurangan yang ada pada diri saya dan menerima dengan ikhlas. Melalui Bipolar dan BPD saya jadi mengerti bahwa ada banyak hal yang harus saya ikhlaskan, depresi yang selalu datang karena dua hal tersebut juga membuat saya menderita dan lelah. both Bipolar and BPD depression it's a curse for me, where I feel everything and surrounded by everyone but still feel alone and empty.

tapi yang membuat saya bersyukur adalah kehadiran Andi sebagai seorang caregiver. Walaupun dia tidak mengerti 100% yang saya rasakan tapi selalu hadir saat saya membutuhkan sehingga saya tidak merasa sangat sendiri. Saya juga beruntung disaat saya mengalami depresi, berbondong orang menawarkan diri untuk menemani dan menjadi teman ngobrol saya. Bukannya saya tidak mau, tapi dalam keadaan depresi saya bisa menjadi orang dengan luapan energi negatif yang bisa menyeret mereka masuk ke dalam depresi saya. Saay tidak mau mereka ikutan depresi menghadapi saya.

Hari ini saya tau saya sedang masuk fase Borderline personality disorder, saya bersyukur karena masa depresi saya tidak lama dan saya merasa normal kembali saat ini. Tidak tahu besok, semoga saja saya baik-baik.


salam,

Naaj





You May Also Like

1 comments